Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

The Night Is Short Walk on Girl Review

Masaaki Yuasa berhasil membuat kisah seorang pecundang menyenangkan untuk ditonton selama dua kali berturut-turut!!

The Tatami Galaxy itu cerita introspektif. Secara konsep cerita, pengarang berusaha mencoba menggali isi pikiran seorang pecundang bernama Watashi yang berpikir bahwa takdir ada di tangannya. The Night is Short masih memiliki darah yang kurang lebih sama, namun tokoh utama wanita yang hadir malah membuat picture show ini sebagai antitesis dari The Tatami Galaxy, di mana ia berpikir bahwa takdir yang justru menuntunnya kemanapun ia pergi.

The Night is Short, Walk on Daughter (singkatnya The Dark is Curt) adalah kolaborasi kedua dari pengarang novel Tomihiko Morimi dan pembuat anime Masaaki Yuasa. Setelah seri anime 11 episode The Tatami Galaxy, Yuasa mencoba mengadaptasi kisah satu malam di suatu kota dalam moving-picture show berdurasi 95 menit. Hasil yang didapat ternyata tidaklah begitu buruk. Meski dari segi durasi jauh lebih pendek, ternyata The Night is Short (singkatnya TNiS) berhasil membuat cerita yang padat dan memberikan banyak kameo di sana-sini.

vlcsnap-2017-11-27-11h24m26s29

Layaknya The Tatami Galaxy, filosofi waktu kembali hadir dalam film ini, meski dalam konsep yang berbeda. Jarum jam tangan yang dikenakan setiap tokoh di TNiS berputar dengan kecepatan yang relatif. Orang tua cenderung memiliki jam yang berputar sangat cepat karena mereka menganggap hidup sebagai satu kilatan yang cepat, dan tokoh utama kita kelihatannya memiliki jam dengan putaran paling lambat di sepanjang kota. Malam yang singkat terasa panjang ketika tokoh utama kita hadir, yang meski tidak dijelaskan asal-usul dari ini (dan sebenarnya tidak perlu), namun sensasi surealisme ini lah yang menggambarkan sifat tokoh satu demi satu.

Cerita dibagi menjadi tiga arc, yang ketiganya melibatkan tokoh Rihaku, yakni orang paling punya semuanya. Bisa dikatakan kalau ia adalah dewa. Namun, sebagai dewa, kita hanya melihat ia melakukan sesuatu yang tidak begitu menarik. Perjuangan para tokoh untuk "melawan" Rihaku pada ketiga arc ini justru menjadi sorotan utama. Yang dapat diambil dari kontrasnya kedua kubu ini terasa jelas. Hidup menjadi lebih terasa menarik ketika kita berjuang atas sesuatu. Hal ini berkaitan lagi pada konsep waktu yang diusung kisah ini. Orang yang memiliki sesuatu untuk diperjuangkan atau disyukuri dalam hidup cenderung berumur panjang, atau dalam singkatnya, menganggap tiap detik dalam hidup mereka berarti. Sebenarnya konsep relativitas waktu ini tidak diangkat dengan detil dalam motion-picture show, namun bisa dibuat untuk menjadi pegangan tentang apa yang cerita ini tuju.

vlcsnap-2017-11-28-14h36m20s118

Film merupakan serpihan plot yang diikat dalam dua plot induk, yakni plot Otome dan Senpai. Penggambaran Otome benar-benar mengingatkan akan karakter gadis Amelie dalam flick dengan judul yang sama. Tokoh yang riang dan memegang teguh ajaran dari orang tua mereka. Terkadang juga mereka bisa terlarut dalam romantisisme, dan yang terpenting, mereka percaya bahwa hidup mereka telah diatur oleh takdir. Senpai di lain sisi adalah tokoh Watashi ii.0.  Memiliki rambut acak-acakan dan seorang kawan yang setia, kedua karakter ini berusaha membuat wanita terkesan dengan cara yang terbukti tidak berhasil di situasi apapun.

Kedua plot ini tidak menunjukkan diri mereka terang-terangan, sehingga yang kita lihat memang bukan sekadar kisah cinta. Kalaupun ada satu hal yang membuat picture Amelie sulit untuk ditonton, itu adalah bagaimana seluruh film terlalu berdedikasi untuk menggambarkan Amelie dengan karakterisasinya yang sesak. Hal itu tidak terjadi di TNiS. Meski tiga arc memang berfokus pada Otome dan Senpai, namun karakter seperti Todo si kolektor karya erotis ataupun pasangan Higuchi dan Hanuki (yang juga merupakan bagian cerita vital di The Tatami Galaxy) mengisi keseluruhan motion picture ini dengan subplot mereka yang quirky juga berkesan. Kisah Otome dan Watashi bahkan baru benar-benar terselesaikan pada arc terakhir. Hal ini membuat suatu kepuasan tersendiri ketika menyaksikan klimaks cerita terjadi dalam momen yang begitu intens. Selain itu, subplot-subplot ini juga memperkaya pesan-pesan yang pengarang ingin sampaikan, di mana perjuangan dalam sebuah kisah tidak pernah dialami oleh satu protagonis saja.

vlcsnap-2017-11-27-11h31m50s156

Kuantitas karakter dalam motion picture ini terbilang cukup meriah. Banyak wajah baru bertebaran, namun justru lebih banyak lagi wajah-wajah lama yang terlacak. Ada sekilas kameo Watashi di sini, jelmaan Ozu menjadi tokoh yang cukup berpengaruh di salah satu arc, Higuchi dan Hanuki menjadi dua tokoh yang berpengaruh pada ketiga arc, dan Jougasaki serta Kaori juga muncul dalam kilasan-kilasan yang memuaskan. Science Saru selaku studio pun juga sempat-sempatnya menyematkan ketiga protagonis utama film orisinal pertama mereka, Lu over the Wall, dalam film ini. Penampilan utama, bagaimanapun, hadir dari tokoh legendaris Johnny. Bagi kalian yang belum mengikuti The Tatami Galaxy sebelumnya, Johnny adalah gambaran hasrat hewani seorang lelaki yang tampangnya mirip Sherriff Woody KW.

Ketika tokoh Johnny muncul, kita tahu akan ada sesuatu menggemparkan yang terjadi. Meski begitu, penampilan Johnny dalam TNiS tidaklah sespektakuler saat di The Tatami Galaxy, karena Johnny hanyalah manifestasi Senpai pada saat yang tidak begitu menimbulkan konsekuensi berarti.

Tidak hanya Johnny yang mengecewakan, namun beberapa subplot lain tidak habis dibahas. Di balik direksi seni yang tidak mungkin diragukan lagi seorang Masaaki Yuasa, ada beberapa cerita yang tiba-tiba hilang di tengah jalan. Entah karena durasi, atau memang hanya diceritakan sejauh itu di novel, tetapi hal ini cukup disayangkan.

vlcsnap-2017-11-27-11h54m10s232
Perjuangan Watashi dalam The Tatami Milky way terpampang dalam banyak sekali layar.

Hal yang sulit dimengerti sepertinya merupakan hal wajib dalam karya Tomihiko. Unsur-unsur layaknya organisasi mafia pencuri sepeda maupun sasana olahraga panjat dinding dengan payudara sebagai pengganti batu pijakan adalah satu hal, tetapi konsep lain seperti nenek pemutar waktu ataupun si kakek tua Rihaku yang punya segalanya dan mengatur cuaca di sekitarnya memiliki ciri khasnya sendiri. Kisah Tomihiko menjadi lebih berwarna dengan adanya bagian-bagian absurd yang berbau sangat fine art-house ini.

Anehnya lagi, justru bagian-bagian absurd ini yang membangun plot menjadi koheren dan kocak. Kisah pseudo-agen mata-mata dalam arc dua yang membuat hal menjadi masuk akal pada akhirnya, atau saat Otome didatangi tiba-tiba oleh kutu buku yang bicara panjang lebar soal menikahi orang yang tidak dicintai dan ternyata ia sedang patah hati. Eksekusi komedi dalam kedua flick ini selalu hadir dari set up yang tidak pernah masuk akal, namun ketika kalian bicara "oh" (baik dalam hati maupun tidak), di situ lah punchline nya hadir, dan hal absurd lainnya justru malah semakin bermunculan. Ini adalah lingkaran setan, yang kebetulan setan kali ini adalah orang yang cukup humoris.

vlcsnap-2017-11-27-11h28m14s50 vlcsnap-2017-11-27-11h28m27s174

Wah, daritadi belum bahas art-nya, ya? Singkat saja. Sama seperti The Tatami Milky way, semua hal ditangani dengan perhatian yang cukup hebat. Adegan flashback tidak pernah membosankan, adegan figuratif tidak pernah membosankan, adegan eksposisi tidak pernah menjemukan, dan seluruh film tidak pernah menjemukan. Selalu ada trik baru yang dituangkan untuk menyampaikan unsur cerita melalui visual yang minimalis namun sangat fokus ini. Beberapa adegan dalam TNiS pun disematkan pewarnaan fotorealistis di tengah minimalnya unsur visual lainnya yang mengambil spotlight tersendiri. Suatu hal baru dari The Tatami Galaxy yang sering menggunakan rekaman dunia nyata (bukan berarti apa yang dilakukan TTG buruk juga, sih).

vlcsnap-2017-11-27-11h49m44s177

Pada saat lagu Kouya wo Aruke bawaan Asian Kung-fu Generation diputar, saya tahu ini adalah kisah yang cukup spesial. Sama seperti The Tatami Galaxy, ini bukan kisah romantis yang cukup baik, jika tujuan Tomihiko adalah untuk membuat kita maju dan berusaha. Film ini memang cukup padat (bahkan review sepanjang ini belum dapat merangkum semua unsur dalam movie ini) dan juga merupakan pengalaman yang menyenangkan, namun kisah ini terasa di luar jangkauan. Meski terkadang picture ini nampaknya berusaha menampar tipe-tipe orang seperti saya di beberapa peristiwa, TNiS masih tetap terasa seperti eskapisme yang menyenangkan sekaligus meninggalkan rasa pahit ulu hati. Saya juga sedikit heran kenapa saya menikmati kisah cinta seperti ini. Bukannya hati saya sudah mati sejak lama?

This movie is story of a virgin told in most stylish fashion possible.

canoseemusting.blogspot.com

Source: https://nokitron.wordpress.com/2017/11/28/review-kacangan-the-night-is-short-walk-on-girl-2017/

Post a Comment for "The Night Is Short Walk on Girl Review"